MahesaMediaCenter, Nabire – Pengelolaan “KEHUTANAN” dapat dibedakan menjadi bagian, yakni Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan.
Selain Kayu di kampung dapat juga masyarakat Papua baik secara pribadi ataupun bekerja sama bersama pihak lain dapat mengembangkan Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK) berupa pengolahan bahan baku yang berasal dari hasil hutan bukan kayu yang dipungut langsung dari hutan. Antara lain pengolahan rotan, sagu, nipah, bambu, kulit kayu, daun, karet, kakao, kopi, buah atau biji, dan getah.
Potensi Jasa Lingkungan yang dapat dikembangkan di Papua yang belum dikembangkan secara baik adalah, Sumber Air Minum yang berada pada kawasan Hutan, Mangrove di Kabupaten Mimika, Asmat, Nabire dan Waropen serta Penangkaran alami Cendrawasih, atau tempat yang diyakini oleh masyarakat sebagai tempat cendrawasih menari, agar dijadikan obyek wisata di Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Nabire.
Pengaturan kewenangan
Pembagian kewenangan telah diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 dan PP No 106 tahun 2021 bahwa Produksi 2000- 6000 Meter 3 adalah kewenangan Provinsi. Beberapa Permen LHK tentang Perhutanan Sosial, yang juga memberikan kewenangan kepada provinsi, yang dapat digunakan untuk masyarakat adat papua dapat diberikan ruang kelola agar dapat mengelola hutannya, baik hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Karena telah ada beberapa regulasi baru yaitu UU No 23 Tahun 2014, PP No 106 tahun 2021 dan beberapa Permen LHK, Dengan dasar itu Kami mengajukan Regulasi baru bidang kehutanan agar Orang Papua dapat mengelola hutannya secara baik dan harapannya dapat menjadi tuan di negerinya sendiri.
Ekspor dari Papua
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat papua pemilik kayu yang diciptakan dan dititipkan Tuhan melalui leluhur untuk masyarakat adat hidup dan berkembang dengan kayu tersebut, serta untuk membuka lapangan kerja dan menciptakan sektor produksi lanjutan utk produk2 yang berasal dari kayu seperti: mebel, flooring, dan lainnya. Untuk mengatur dan memastikan legalitas kayu untuk pencatatan dan pelaporan kayu agar tepat dan sesuai dengan SVLK dan yang lebih penting, sebab ada pengalaman Pemprov Papua pernah mengekspor kayu dari Jayapura, kayu yg dimaksud baik dari HPH maupun dari Pelaku Usaha Non HPH.
Maka perlu diusulkan agar ditetapkan satu Kawasan Industri Kayu di Papua yang dilengkapi dengan industri olahan, kantor administrasi, areal kontainer serta pelabuhan ekspor.
Untuk itu Presiden Republik Indonesia dan Menteri KLHK serta Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan agar mendukung adanya Kawasan Industri Kayu di Papua.
Hutan adat
Pandangan Papua adalah tanpa dilakukan identifikasi, verifikasi dan adanya Perda sesuai Permendagri No 52 tahun 2014, hutan yang ada dalam wilayah adat adalah Hutan Milik Adat. Menurut aturan harus dilakukan identifikasi, verifikasi dan adanya Perda sesuai Permendagri No 52 tahun 2014 barulah akan ditetapkan sebagai Hutan Adat.
Melalui regulasi baru DPR Papua akan mendorong Hutan Kampung karena masyarakat adat Papua umumnya tinggal di kampung dan mereka saling mengetahui batas batas wilayah adatnya.
Kesimpulan
Pengelolaan kehutanan haruslah diatur secara adil agar Orang Papua dapat mengelola hutannya secara baik dan harapannya dapat menjadi tuan di negerinya sendiri dengan memegang izin kelola hutan. Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu, Jasa Lingkungan, DPD Papua sedang mendorong Raperdasi tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua.(TR)