Oleh :
Teuku Abdul Hannan
Pemerhati Pengadaan Barang/Jasa
MahesaMediaCenter, Banda Aceh – Membaca Berita dari Media AJNN tanggal 06 Februari 2024 dengan judul “Empat Tersangka Korupsi Pembangunan Puskesmas Di Aceh Besar Ditahan”.
Bahwa berita tersebut sangat menarik bagi penulis untuk menjadikannya bahan diskusi serta akan menjadi pengetahuan untuk masyarakat serta aparat penegak hukum (APH), maka kutipan selanjutnya adalah Proyek tersebut di bangun pada Tahun Anggaran 2019 di bawah Dinas Kesehatan Aceh Besar dengan nilai kontrak sebesar Rp 2,8 miliar.
Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni TZF (53) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinkes Aceh Besar, MR (38) selaku Wakil Direktur CV. Selendang Nikmat, SI (50) selaku peminjam perusahaan dan SN (30) selaku Direktur CV. Design Preview Consultant/ Konsultas Pengawas.
“Mereka ditetapkan sebagai tersangka kemarin,” kata Plh Kasi Intel Kejari Aceh Besar, Alfi Syahri, Selasa, 6 Februari 2024.
Keempat tersangka, kata Alfi, diduga telah melakukan korupsi pembangunan Puskesmas Lamtamot dan menyalahgunakan kewenangan, serta tidak melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Akibat ulah meraka proyek tersebut ditemukan kekurangan volume. Kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik oleh ahli ditemukan kerugian keuangan negara sekira Rp 134 juta berdasarkan perhitungan sementara penyidik.
“Untuk memastikan total kerugian, saat ini sedang dilakukan audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh perwakilan BPKP Provinsi Aceh,” ujarnya.
Alfi menyebutkan para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Bahwa penulis melakukan pendalaman untuk mencari data-data tambahan, agar ulasan yang akan penulis sampaikan sesuai dengan data, fakta serta peraturan perundangan yang berlaku.
Mari kita lihat bagaimana cara kerja aparat Kejaksaan Negeri Aceh Besar dalam menangani Dugaan Korupsi Pembangunan Puskesmas Di Aceh Besar, mereka berempat ditersangkakan karena tidak melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Bahwa penulis akan mengulas peristiwa tersebut dari perspektif peraturan perundangan dengan memulainya dari kalimat yang dipakai oleh aparat Kejari Aceh Besar, yaitu hukum yang berlaku.
KESATU
Bahwa Kegiatan Pembangunan Puskesmas Lamtamot (Gunung Biram) Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar Tahun 2019 merupakan pekerjaan konstruksi, merujuk kepada :
a. Pasal 3 ayat b Perpres No.16 Tahun 2017 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi.
KEDUA
Bahwa pada Kegiatan Pembangunan Puskesmas Lamtamot (Gunung Biram) Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar Tahun 2019, Kadis Kesehatan Aceh Besar sekaligus sebagai Pengguna Anggaran (PA) ketika itu adalah Lukman, SKM. M.Kes., beliau saat ini menjabat sebagai Kadis Kesehatan Kota Banda Aceh.
KETIGA
Bahwa pada saat dimulainya Penyelidikan Puskesmas Lamtamot (Gunung Biram) Kecamatan Lembah Seulawah oleh Kejari Aceh Besar, dalam kondisi Fungsional.
Artinya bahwa Puskesmas Lamtamot sedang digunakan sesuai dengan fungsinya.
KEEMPAT
Bahwa awalnya penulis tidak mengetahui secara jelas, apa dasarnya sehingga Kejari Aceh Besar memeriksa bangunan Puskesmas Lamtamot. Tapi berdasarkan info awal yang penulis dapatkan dilapangan, karena adanya pengaduan dari masyarakat.
Bahwa kalau informasi karena adanya Pengaduan Masyarakat itu benar, maka Penulis akan menjelaskan tata cara melakukan pengaduan, gugatan, dan upaya mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan Jasa Konstruksinya diatur pada pasal 139 ayat b PP No. 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Pengaduan Masyarakat tersebut disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. (Pasal 141 ayat (1) PP No. 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi).
Dalam hal Pengaduan Masyarakat disampaikan kepada Kejaksaan Republik Indonesia dan/atau Kepolisian Republik Indonesia diduga merugikan keuangan Negara, maka Kejaksaan Republik Indonesia dan/atau Kepolisian Republik Indonesia meneruskan pengaduan masyarakat tersebut kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Atau pengaduan oleh Pengguna Jasa dan/atau pihak lain yang dirugikan akibat Kegagalan Bangunan dapat melaporkan terjadinya suatu Kegagalan Bangunan kepada Menteri terkonfirmasi pada Pasa 66 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi.
Artinya bahwa, ketika adanya pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan merugikan keuangan Negara atau pengaduan oleh Pengguna Jasa dan/atau pihak lain yang dirugikan akibat Kegagalan Bangunan kepada Kejaksaan Negeri Aceh Besar seperti pada Pembangunan Puskesmas Lamtamot, maka Kejaksaan Negeri Aceh Besar tidak boleh mengeksekusi sendiri, harus diserahkan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Begitu perintah hukum yang berlaku.
KELIMA
Pernyataan Plh Kasi Intel Kejari Aceh Besar, Alfi Syahri, Selasa, 6 Februari 2024
a. Akibat ulah meraka proyek tersebut ditemukan kekurangan volume;
b. hasil pemeriksaan fisik oleh ahli ditemukan kerugian keuangan Negara;
c. Sekira Rp.134 juta berdasarkan perhitungan sementara penyidik.
d. “Untuk memastikan total kerugian, saat ini sedang dilakukan audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh perwakilan BPKP Provinsi Aceh.
Penjelasan :
1. Informasi yang Penulis dapatkan bahwa Kejari Aceh Besar menggunakan ahli untuk memeriksa fisik bangunan Puskesmas Lamtamot yaitu adalah Saudara FR (Tenaga Ahli Bidang Konstruksi), beliau adalah pemegang Sertifikat Keahlian berkualifikasi Madya.
2. Bahwa Sertifikat Keahlian berkualifikasi Muda, Madya serta Utama dipergunakan untuk kegiatan Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan di bidang Jasa Konstruksi.
3. Bahwa Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan, Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap Kegagalan Bangunan. (Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi).
4. Bahwa Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penilai ahli. (Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi).
5. Bahwa Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. (Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi).
Penjelasan diatas menjelaskan bahwa :
a. Bahwa Saudara FR (Tenaga Ahli Bidang Konstruksi) pemegang Sertifikat Keahlian berkualifikasi Madya tidak memiliki Sertifikat PENILAI AHLI yang ditandatangani oleh Menteri PUPR. Beliau tidak boleh berpraktek untuk memeriksaan fisik/menyatakan kondisi tertentu terhadap bangunan, artinya bahwa apapun hasil pemeriksaan fisik yang dibuat oleh beliau tentang Puskesmas Lamtamot, adalah menyalahi hukum yang berlaku.
b. Bahwa sampai saat ini, tidak ada penjelasan dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, apakah Puskesmas Lamtamot tersebut GAGAL BANGUNAN atau TIDAK MEMENUHI STANDAR KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN, DAN KEBERLANJUTAN ?
Berdasarkan informasi Pernyataan Plh Kasi Intel Kejari Aceh Besar, Alfi Syahri, bahwa kerugian keuangan Negara Sekira Rp.134 juta merupakan perhitungan sementara penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Besar.
Bahwa kewenangan penetapan kerugian negara, terdapat tiga lembaga yang boleh menghitung dan menetapkan adanya kerugian negara dalam kasus tipikor yakni Badan.
Pemeriksa Keuangan (BPK) (diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) (diatur dalam Pasal 3 huruf Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP), dan Komisi Pengawas Korupsi (KPK).
Penjelasan ini menunnjukkan bahwa Kejaksaan bukanlah lembaga yang boleh menghitung dan menetapkan adanya kerugian Negara.
Artinya bahwa ke empat tersangka korupsi pembangunan puskesmas Aceh Besar ditahan pada tanggal 6 Februari 2024, belum adanya perhitungan kerugian keuangan negara oleh perwakilan BPKP Provinsi Aceh.
KETUJUH
Bahwa Pelaku Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan Pasal 8 Perpres No.16 Tahun 2017 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terdiri atas:
a. PA;
b. KPA;
c. PPK;
d. Pejabat Pengadaan;
e. Pokja Pemilihan;
f. Agen Pengadaan;
g. PjPHP/PPHP;
h. Penyelenggara Swakelola; dan
i. Penyedia.
KEDELAPAN
Bahwa Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan Pembangunan Puskesmas Lamtamot (Gunung Biram) Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar Tahun 2019, ditandatangani oleh Lukman, SKM. M.Kes. sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan Direktur CV.Selendang Nikmat (Penyedia)(Pasal 1313 KUH Perdata).
Bahwa Kontrak Kerja Konstruksi Pengawasan Pembangunan Puskesmas Lamtamot (Gunung Biram) Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar Tahun 2019, ditandatangani oleh Lukman, SKM. M.Kes. sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan Direktur CV.Design Preview Consultant (Penyedia) (Pasal 1313 KUH Perdata).
Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna Jasa dan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi. (Pasal 1 angka 8 UU No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi).
Bahwa Kontrak Kerja Konstruksi memuat hak dan kewajiban yang setara, memuat hak pengguna Jasa untuk memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan iasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi; (Pasal 47 angka (1) d. UU No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi).
Artinya bahwa baik Lukman, SKM. M.Kes. sebagai PA maupun Direktur CV. Selendang Nikmat dan Direktur CV. Design Preview Consultant memiliki tanggung jawab hukum yang sama.
Maka, kalau Direktur CV. Selendang Nikmat dan Direktur CV. Design Preview Consultant ditetapkan sebagai tersangka, secara otomatis harusnya Lukman, SKM. M.Kes. pun harus juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Aceh Besar.
Tapi nyatanya tidak, ada hubungan apa antara Kejari Aceh Besar dengan Lukman, SKM. M.Kes. ? Sebagai masyarakat, kita patut mencurigainya.
KESEMBILAN
Bahwa patut diduga, efek dari tidak ditetapkannya Lukman, SKM. M.Kes. sebagai tersangka oleh Kejari Aceh Besar maka dicari kambing hitam dari persoalan tersebut yaitu TZF selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinkes Aceh Besar.
Bahwa PPTK bukanlah Pelaku Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 8 Perpres No.16 Tahun 2017 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Bahwa Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya terkonfirmasi pada pasal 1 angka 22 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Bahwa jelas PPTK tidak memiliki kedudukan hukum untuk dijadikan tersangka pada Pembangunan Puskesmas Lamtamot (Gunung Biram) Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar Tahun 2019.
Dari penjelasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Kejaksaan Negeri Aceh Besar ketika menahan empat tersangka yang diduga melakukan korupsi Pembangunan Puskesmas Di Aceh Besar Tahun 2019, telah melanggar hukum yang berlaku.
Bahwa perlindungan hukum adalah segala upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya.
Bagaimana Perlindungan Hukum bisa terwujud apabila Penegakan Hukum yang dilakukan oleh Penegak Hukum tidak mengikuti/mematuhi Hukum Yang Berlaku/tidak taat Hukum.
Demikian tulisan ini penulis sampaikan, agar menjadi pelajaran buat penulis sendirin maupun masyarakat.
(M.Amin)