MediaSuaraMabes, Tolitoli Binontoan – Sebuah mediasi sengketa tanah yang dipimpin tiga pilar desa di Kantor Desa Binontoan, pada 12 November lalu, berhasil mengungkap tindakan penipuan yang mencengangkan. Tanah kompensasi milik seorang warga, Samaudin, didapati telah dijual secara tidak sah oleh iparnya sendiri, dengan bukti kwitansi yang dipelintir maknanya.
Sengketa ini berawal dari pembagian warisan orang tua Samaudin, Tandaung H. Samauna. Samaudin, sebagai anak ketujuh, tidak menerima 50 pohon kelapa penuh seperti saudara-saudaranya, melainkan hanya 38 pohon dewasa dan 12 pohon kecil. Sebagai kompensasi, ia diberikan sebidang tanah seluas 50×60 meter.
Konflik mulai memanas ketika Samaudin, yang kala itu berada di Kalimantan, mendapat telepon dari kakak perempuannya, Mastini. Mastini meminjam lahan kompensasi tersebut untuk menanam lombok. Samaudin mengizinkan dengan syarat hanya untuk lombok, lanjut dijelaskan batas tanah yang di Kambile sembari bertanya tentang keberadaan tanah kompensasi kelapa pendek. Mastini menjawab bahwa ia yang akan menanam lombok, sementara suaminya, Agil, yang akan menanam kelapa. Samaudin katakan bagaimana ini yang saya tau tanah itu kosong. Mastini jawab kalau kita kasih ya kasih kalau tidak ya tidak.
Betapa terkejutnya Samaudin ketika kembali ke Binontoan. Tanah kompensasinya yang dijanjikan untuk lombok justru telah dipenuhi tanaman kelapa milik Agil. Merasa haknya dilanggar, Samaudin pun melaporkan hal ini untuk diselesaikan melalui mediasi.
Dalam mediasi yang digelar, fakta-fakta mengejutkan mulai bermunculan. Albar Bilgais, selaku Babinsa, mengonfirmasi kepada seluruh ahli waris yang hadir. Semua sepakat dan menyatakan dengan tegas bahwa tanah kompensasi tersebut adalah hak mutlak Samaudin.
Ketika ditanya langsung oleh Albar, Agil mengakui bahwa ia tidak meminta izin kepada Samaudin, pemilik sah tanah, sebelum menanam kelapa di atasnya. Lebih mengejutkan lagi, Agil mengklaim bahwa tanah tersebut telah ia jual seharga Rp 10.000.000 kepada seorang bernama Arpan.
Nurcahyohadi,CPLA selaku kuasa pelapor merasa curiga kemudian meminta bukti transaksi penjualan tanah tersebut. Arpan lantas menyerahkan tiga buah kwitansi sebagai alat bukti.
Namun, setelah dikonfirmasi dan dibaca secara detail, ketiga kwitansi itu justru menjadi bumerang bagi Arpan dan Agil. Bukti yang ia ajukan sama sekali tidak membuktikan adanya jual beli tanah kompensasi
1. Kwitansi Pertama: Senilai Rp 1.500.000, diterima oleh Agil.
2. Kwitansi Kedua (Kunci Pembongkaran): Senilai Rp 8.000.000, dengan tulisan “Telah terima dari Bapak Arpan uang sebesar Rp 8.000.000 untuk pembelian 12 batang kelapa yang tercantum nama Mastini dan Samaudin.” Kwitansi ini jelas menyatakan uang tersebut adalah untuk membeli 12 batang kelapa dewasa yang saat pembagian masih kecil. bukan untuk membeli tanah kompensasi kelapa pendek Samaudin .
3. Kwitansi Ketiga: Senilai Rp 500.000, untuk biaya sewa mobil kepulangan Mastini dari rumah sakit, yang diterima Elin atas perintah Agil.
Fakta-fakta yang terungkap secara gamblang menunjukkan bahwa Agil telah melakukan tindakan penipuan. Ia menjual tanah yang bukan haknya dengan menggunakan bukti kwitansi yang menyesatkan. Klaim jual beli tanah senilai Rp 10 juta pun roboh, karena uang yang diberikan Arpan ternyata diperuntukkan bagi transaksi lain yang sama sekali berbeda.
Mediasi ini tidak hanya menyelesaikan sengketa tanah, tetapi juga menyelamatkan Samaudin dan Arpan dari sebuah akal-akalan yang dapat merugikan banyak pihak serta Hak kepemilikan Samaudin atas tanah kompensasinya dinyatakan kuat, sementara tindakan Agil dinyatakan tidak sah dan penuh kecurangan.
malam harinya dilanjutkan negoisasi antara Agil dan Samaudin dan hasilnya Agil akan kembalikan tanah tersebut sedang dengan Arpan akan dikembalikan uang pembelian sesuai kemampuannya yaitu setengah dari pembelian. Terkait tanah tersebut pihak keluarga telah peringatkan Arpan agar tidak dibeli karena bukan milik Agil.
Saat ini sedang proses negosiasi antara Agil dan Arpan untuk selesaikan persoalan, kembalikan tanah untuk hindari jerat hukum.
(Firdaus Gafar)
