Mediasuaramabes, Indramayu — Permasalahan terkait dugaan pelanggaran Dewan Pengawas (Dewas) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Indramayu kembali menjadi sorotan publik. Meski laporan dan keluhan telah berulang kali disampaikan, hingga saat ini kasus tersebut dinilai belum tersentuh proses hukum secara tegas.
Direktur Utama PKSPD, O’Ushj Dialambaqa, kepada awak Mediasuaramabes mengungkapkan bahwa adanya dugaan pembiaran terhadap oknum–oknum pejabat yang diduga menikmati dana Dewas BLUD sejak tahun 2022 hingga sekarang.
“Kemendagri perlu segera mengadakan audit keuangan BLUD RSUD Indramayu, termasuk terhadap Mursid Ibnu Syaffiuddin dan Sentot, karena hingga saat ini polemik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu tak kunjung ditindak,” ujarnya.
Menurut O’Ushj Dialambaqa, sejumlah oknum di SKPD, seperti Inspektorat, Bappeda, hingga mantan Sekda, diduga masih menerima aliran dana Dewas BLUD, meskipun hal tersebut dianggap melanggar aturan. Ia menilai adanya indikasi pembiaran dan lemahnya penindakan hukum.
“Pelanggarannya sangat jelas, tetapi seakan-akan enggan ditindak. Para oknum pejabat SKPD dibiarkan begitu saja,” tegasnya.
Ia mempertanyakan apakah kondisi ini merupakan budaya, sistem internal yang sengaja diciptakan, atau bahkan menjadi bagian dari kepentingan politik tertentu.
“Jika situasi seperti ini terus berlangsung, akan berdampak buruk pada citra lembaga pemerintahan di atasnya,” tambahnya.
O’Ushj Dialambaqa juga menyoroti sikap Bupati Indramayu, Lucky Hakim, yang dinilai tak berani mengambil tindakan terhadap para pejabat terlibat.
“Sangat dilematis. Entah apa sebabnya Bupati tidak mau ambil risiko terhadap oknum-oknum tersebut,” ujarnya.
Ia menyoroti ketimpangan perlakuan hukum. Jika pelanggaran terjadi di tingkat desa, seperti pada kasus penyimpangan ADD dan DD, Inspektorat disebut langsung mengambil tindakan tegas. Namun untuk pelanggaran yang lebih besar, penanganannya dinilai mandek.
Dirut PKSPD menegaskan bahwa tindakan oknum ASN terkait dana Dewas BLUD telah memenuhi unsur pelanggaran Permendagri No. 79 Tahun 2018, namun hingga kini belum diberikan sanksi disiplin.
“ASN seharusnya dikaji dan dibina agar terhindar dari budaya KKN dan gratifikasi. Namun faktanya, pelanggaran ini justru dibiarkan,” katanya.
Ia juga menyinggung kewajiban transparansi publik sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Hingga kini, menurutnya, tidak ada satu pun pejabat SKPD yang memberikan jawaban atas konfirmasi resmi yang dilayangkan.
Berikut daftar pejabat yang disebut menikmati dana Dewas BLUD sejak 2022:
- Drs. H. Rinto Waluyo, M.Pd.I — Ketua Dewas merangkap Anggota, menerima sekitar Rp9.000.000 per bulan.
- Dra. CH. Iin Indrayati, M.Si — Kepala Bappeda
- Ari Risdianto, A.P. — Inspektur
- Ermasyanto, S.E., M.Ak — Irban II Inspektorat
- Sri Hendriyani, S.Kom., M.Si — Irban III Inspektorat
Masing-masing diduga menerima sekitar Rp7.000.000 per orang per bulan, yang menurut O’Ushj merupakan penerimaan di luar ketentuan dan dapat dikategorikan sebagai “uang jarahan”.
“Seolah-olah Dewas BLUD dijadikan kendaraan untuk kepentingan tertentu,” tegasnya.
O’Ushj Dialambaqa menyebut PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hingga kini, tak ada satu pun Dewas BLUD yang diberikan sanksi disiplin.
“Bupati sebagai PPK harusnya bertindak tegas mencopot Dewas BLUD. Tetapi semua seperti ditutup-tutupi dengan slogan-slogan daerah. Nyatanya bohong,” katanya.
Ia menambahkan bahwa hukum di daerah masih seperti pepatah lama: “Tajam ke bawah, tumpul ke atas.”
“Kalau rakyat kecil mencuri pisang atau ayam langsung dihukum brutal, tapi bagi pejabat yang melanggar aturan justru dibiarkan,” pungkasnya.
Reporter: Eddysae
Redaksi: SuaraMabes.com








