MahesaMediaCenter, Surabaya – Setelah mencuatnya kasus dugaan sejumlah siswa sekolah luar biasa (SLB) mendapatkan tindakan diskriminatif hingga dipaksa pindah sekolah di kabupaten sidoarjo. Membuat Adam Rusydi anggota dewan komisi-E di dewan perwakilan rakyat (DPRD jawa timur) akhirnya angkat bicara.
Adam Rusydi yang juga sebagai ketua partai GOLKAR kabupaten sidoarjo itu merasa prihatin setelah viralnya kasus ini di lini masa berita online, ujarnya kepada media dan pengurus LIRA Disability Care pada minggu/17/7/2022 di kawasan coffee shop tranSMART sidoarjo.
Sebagai anggota komisi-E DPRD jawa timur, Adam Rusydi juga membeberkan jika pendidikan inklusif dan luar biasa menjadi salah satu perhatian khusus anggota dewan di komisinya.
“Saya siap memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang sedang mencari keadilan agar kasus ini segera selesai, kata Adam Rusydi”.
Kendati demikian, politisi muda dari fraksi GOLKAR itu tetap menghormati Dinas Pendidikan (DINDIK) jawa timur selaku OPD yang bertanggung jawab dan sedang menangani persoalan tersebut.
Senada, ketua LIRA Disability Care (LDC) Abdul Majid,SE. sepakat memberikan ruang yang inklusif kepada KASI. SMA/SMK/SLB DINDIK jawa timur untuk segera membereskan kasus ini sesuai regulasi yang berlaku.
“Dari awal tugas LDC hanya menerima aspirasi, melakukan penyelidikan independen, melakukan kajian perundang-undangan, dan kemudian melimpahkan laporan ini ke DINDIK JATIM. Soal mekanisme penyelesaian masalah, mereka yang lebih berkompeten, jelas Majid yang juga getol menyuarakan usulan RAPERDA tentang penyandang disabilitas di kabupaten sidoarjo itu”.
“Biarkan mereka yang bekerja, pada prinsipnya LDC hanya mendengar, melihat dan berbuat jika ada hal-hal yang menyimpang saja, tegas Majid”.
Lebih lanjut Majid menjelaskan, bahwa pihaknya meminta PEMPROV jawa timur memberikan prioritas kepada sektor pendidikan inklusif dan luar biasa. Selain itu, pihaknya juga meminta agar semua stake holder dan masyarakat saling bahu membahu meningkatkan kepedulian sosial demi terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di jawa timur seperti yang diamanahkan dalam UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
“Hampir setiap hari smartphone saya berbunyi, laporan silih berganti masuk dari para orang tua dan beberapa organisasi penyandang disabilitas. Laporannya bermacam-macam, dari kasus tindakaan diskriminatif di lingkungan masyarakat, kekerasan pada anak, persoalan pendidikan, hingga kekerasan seksual yang dialami perempuan penyandang disabilitas, ungkap pria peraih beasiswa Australia Award Scholarship tahun 2021 di Queensland University of Technology itu”.
Kendati demikian, dalam memberikan advokasi terhadap semua laporan yang telah dihimpun. LDC tetap berkolaborasi dengan pemerintah, APH, organisasi penyandang disabilitas, lembaga negara yang bertugas membidanginya hingga unsur tokoh masyarakat. Hal ini dilakukan agar penanganan permasalahan menjadi inklusif dan tetap dalam perspektif akal sehat. (Tim JATIM)